METODE SAMPLING

Question and Answer

M E T O D E     S A M P L I N G

PEMBIMBING :

Dr. Cholicul Hadi, M. Si

PENYUSUN :

M.Fauzi Setiawan       111414153003

  1. Khoirul Umam 111414153021

Rosita Permatasari      111414153020

Dina Nastiti                 111414153013

Pratiwi Setyadi           111414153029

Hielma Hasanah          111414153030

Nurdilla Triastuti         111414153013

Putri Auliyah               111414153037

Diyana Rochmawati   111414153038

  1. Apa yang dimaksud sampel dan metode sampling?

Sampel adalah himpunan bagian (subset) dari suatu populasi, sedangkan sampling adalah proses seleksi dan pengambilan sebuah sampel dari populasinya (Zainuddin, 2011).

  1. Berapa banyak metode sampling yang anda ketahui?

       Teknik sampling dibagi menjadi dua macam, yaitu probabilitas atau random sampling dan non-probabillitas atau non-random sampling (Zainuddin, 2011). Teknik sampling probabilitas terdiri atas lima macam, antara lain:

a. Simple random sampling (acak sederhana)

Sampling ini digunakan jika populasi dianggap homogen berdasarkan kriteria tertentu. Pengambilan unit sampel dari sampling frame dapat dilakukan dengan undian maupun dengan pertolongan bilangan random. Kelebihan teknik sampling ini adalah pelaksanaannya mudah, namun kelemahannya yaitu letak populasi jauh dan menyebar.

b. Systematic random sampling (acak sistematis)

Pada sampling ini yang dipilih secara acaknya hanyalah nomor sampel urutan pertama, kemudian nomer urutan selanjutnya ditentukan secara sistematik dengan meloncat sebesar kelipatan angka sebesar N/n.

c. Stratified random sampling (acak berlapis)

Sampling ini digunakan jika populasinya heterogen dan setelah ditelaah lebih mendalam, ternyata terdiri atas strata atau lapisan yang homogen. Kelebihan teknik sampling ini adalah pelaksanaannya mudah dan adanya stratifikasi dapat meningkatkan presisi dari sampel terhadap populasi. Namun kelemahannya yaitu letak populasi dapat jauh.

c.1  Simple stratified random sampling

Pada sampling ini, jumlah unit populasi dalam setiap strata sama sehingga jumlah sampel yang berasal dari setiap strata juga sama.

c.2 Proportional stratified random sampling

Pada sampling ini, jumlah unit populasi dalam setiap strata tidak sama sehingga jumlah sampel yang berasal dari setiap strata juga tidak sama.

d. Cluster atau area random sampling (acak kelompok atau acak area)

Sampling ini digunakan jika populasi heterogen, dimana ciri-ciri unit populasi tidak serbasama (tidak homogen), dan terdiri dari kelompok-kelompok. Heterogenitas dalam cluster atau area sama dengan heterogenitas populasinya. Pada teknik ini akan dilakukan dua kali randomisasi. Kelebihan teknik sampling ini adalah penyebaran unit populasi dapat dihindari. Di sisi lain, kelemahan teknik ini adalah sulit diperoleh suatu cluster dengan heterogenitas yang benar-benar sama.

e. Multistage atau double random sampling (acak bertahap atau acak ganda). Sampling ini digunakan pada populasi yang sangat kompleks terdiri atas unit populasi yang terdiri dari beberapa strata dan berada dalam clusters atau areas yang heterogen. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sampel yang semaksimal mungkin mewakili semua ciri-ciri yang ada dalam populasinya. Kelebihan teknik sampling ini adalah mendapatkan sampel yang maksimal dan benar-benar mewakili dari ciri-ciri populasi.

Teknik non probabilitas terdiri atas beberapa macam sampling sebagai berikut:

a. Acceidental/Convenient sampling

Sampling secara kebetulan pada subjek yang ditemui atau mudah ditemui

b. Purposive judgment sampling

Sampling yang dipilih atau ditetapkan berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan penelitian.

c. Snowball sampling (mirip M-lm)

Neuman (2007) juga membagi teknik sampling menjadi dua macam, yaitu:

A. Tipe sampel non probabilitas

a. Haphazard

Mendapatkan setiap kasus dengan cara yang telah disepakati.

b. Kuota

Mendapatkan nomor yang telah ditetapkan pada kasus dalam beberapa kategori yang telah ditentukan yang akan mencerminkan keragaman populasi, menggunakan metode haphazard.

c. Purposive

Mendapatkan semua kasus yang mungkin sesuai dengan kriteria tertentu, dengan menggunakan berbagai macam metode.

d. Snowball

Mendapatkan kasus menggunakan rujukan dari satu atau beberapa kasus, dan kemudian rujukan dari kasus tersebut, dan seterusnya.

e. Case Deviant

Mendapatkan kasus yang secara substansial berbeda dari pola yang dominan (khusus jenis sampel purposive).

f. Sequential

Mendapatkan kasus hingga tidak ada tambahan formasi atau karakteristik baru (sering digunakan dengan metode pengambilan sampel lainnya).

B. Tipe sampel probabilitas.

a. Simple Random

Membuat kerangka sampling untuk semua kasus, kemudian pilih kasus menggunakan proses sepenuhnya acak (misalnya, acak-nomor meja atau program komputer).

b. Stratified

Membuat kerangka sampling untuk masing-masing beberapa kategori kasus, mengambil sampel acak dari masing-masing kategori, kemudian menggabungkan beberapa sampel.

c. Sistematis

Membuat kerangka sampling, menghitung sampling interval 1/k, memilih tempat mulai secara acak, kemudian mengambil setiap 1/k dari kasus.

d. Cluster

Membuat kerangka sampling untuk unit cluster yang lebih besar, mengambil sampel acak dari unit cluster, membuat kerangka sampling untuk kasus-kasus dalam setiap unit klaster yang dipilih, kemudian mengambil sampel secara acak dari kasus, dan seterusnya.

        Menurut literatur lain, metode sampling dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu probability sampling, purposive sampling, convenience sampling, dan mixed method sampling dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

  1. Teknik probability sampling seringkali digunakan dalam penelitian kuantitatif, yaitu dengan cara memilih jumlah yang relatif besar dalam unit dari suatu populasi atau dari suatu sub-kelompok yang spesifik (strata) dari suatu populasi, secara acak dimana penggabungan dari tiap anggota populasi dapat ditentukan (Tashakkori & Teddlie, 2003 dalam Teddlie & Yu, 2007).
  2. Teknik purposive sampling (sampel bertujuan), biasa digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu ditentukan dengan cara pemilihan unit terlebih dahulu (misal individual, kelompok individu, atau institusi) didasarkan pada tujuan spesifik terkait dengan jeawaban dari pertanyaan penelitian. Purposive method sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang melibatkan pemilihan unit/permasalahan tertentu (didasarkan pada tujuan spesifik) (Teddlie & Yu, 2007).
  3. Convenience sampling melibatkan penggambaran sampel yang baik dan mudah diakses serta bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, baik yang dipilih (captive) maupun relawan (volunteer).
  4. Mixed method sampling (metode campuran), melibatkan pemilihan satuan unit atau kasus penelitian menggunakan sampling probabilitas untuk meningkatkan validitas eksternal serta strategi purposive sampling untuk meningkatkan transferabilitas. Mixed method sampling adalah penggabungan teknik kualitatif dan kuantitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan oleh desain penelitian metode campuran (Teddlie & Yu, 2007).
  1. Mengapa metode sampling sangat diperlukan?

Dalam suatu penelitian, metode sampling menjadi salah satu aspek yang penting dan diperlukan, karena akan menentukan validitas eksternal dari hasil penelitian, dalam arti menentukan seberapa luas atau sejauhmana keberlakuan atau generalisasi kesimpulan hasil penelitian. Dengan demikian, kualitas sampling akan menentukan kualitas kesimpulan suatu penelitian. Oleh karena itu, setiap kelemahan dalam metode sampling akan menyebabkan kelemahan kesimpulan, kelemahan ramalan atau dalam tindakan yang mendasarkan pada hasil penelitian tersebut (Zainuddin, 2011).

  1. Kapan metode sampling tidak diperlukan?

Pada hakekatnya sebagai seorang peneliti kita perlu menerapkan metode sampling untuk mendapatkan sampel yang tepat untuk mewakili populasi penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kita tidak memerlukan metode sampling ketika dihadapkan dalam kondisi sebagai berikut:

  1. Anggaran penelitian yang sangat besar sehingga memungkinkan untuk mengambil data dari semua populasi. Dalam hal ini menggunakan pendekatan sensus atau menggunakan seluruh anggota populasi dalam penelitian.
  2. Saat populasi penelitian hanya sedikit atau lingkup penelitian yang sempit sehingga memungkinkan bagi penelitian untuk mengambil data dari keseluruhan populasi.
  1. Seberapa banyak manfaat menggunakan metode sampling?

Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan metode sampling antara lain (Zainuddin, 2011):

  1. Dari segi biaya akan menjadi lebih murah
  2. Dari segi waktu akan lebih cepat, sehingga hasilnya up to date
  3. Dari segi tenaga akan lebih hemat
  4. Variabel yang diteliti dapat lebih banyak dan mendalam, sehingga kedalaman serta ketepatan informasi akan lebih baik
  5. Walaupun hanya menggunakan sebagian saja dari subjek atau objek penelitian, tetapi hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Menurut Hartanto (2003), manfaat menggunakan metode sampling adalah sebagai berikut:

  1. Dapat menghindari kerugian, jika dalam pengumpulan data objek penelitian harus “dirusak”.
  2. Kesimpulan umum (tentang populasi) diperoleh dengan relatif murah, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Tingkat kesalahan pada kesimpulan umum dapat diperhitungkan, yaitu melalui penghitungan sampling error
  4. Validitas informasi atau validitas pengukuran dapat ditingkatkan, karena dapat dilakukan kontrol terhadap variabel-variabel tertentu, sehingga hasilnya lebih teliti.
  1. Mengapa pendekatan sampling lebih baik dibandingkan dengan pendekatan sensus atau seluruh populasi?
    1. Jika pengambilan sampel didasarkan atas dasar prinsip probabilitas, maka penggunaan data dari sampel untuk pengambilan kesimpulan tentang populasi tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
    2. Jika populasi homogen, maka sampel adalah identik dengan populasinya
    3. Jika observasi atau eksperimentasi bersifat merusak unit sampel, maka jika digunakan sensus akan sangat merugikan.
    4. Jika populasi jumlahnya tak terbatas, maka pendekatan sensus adalah mustahil atau tidak mungkin untuk dilakukan.
    5. Jika ada keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya penelitian, maka pendekatan sampling lebih baik.
    6. Jika diperlukan adanya kontrol atau pengaturan terhadap variabel-variabel tertentu, maka pendekatan sampling lebih efektif.
    7. Jika menggunakan sampling, maka variabel penelitian dapat diperluas dan diperdalam oleh karena jumlah yang diobservasi dan diberi perlakuan lebih sedikit, dengan demikian informasi penelitian yang diperoleh akan lebih tepat dan teliti (Zainuddin, 2011).
  1. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan sampling?

Langkah-langkah atau tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan sampling adalah sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. menetapkan populasi penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian
  2. menentukan variabel-variabel yang akan diamati dan diukur
  3. menentukan kerangka sampel (sampling frame) yang akan digunakan
  4. menentukan teknik sampling yang relevan dengan tujuan penelitian
  5. menentukan jumlah sampel yang akan digunakan
  6. menyesuaikan dan mempertimbangkan biaya yang harus disediakan
  1. Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterwakilan atau representativitas suatu sampel terhadap populasinya?

1. Teknik sampling yang digunakan

Teknik sampling yang dapat menjamin keterwakilan yang lebih tinggi adalah random sampling atau probabilitas sampling.

2. Jumlah sampel yang digunakan

Untuk jumlah sampel berlaku prinsip bahwa makin banyak sampel maka makin representatif.

3. Kejelasan kriteria unit sampel yang digunakan

Kejelasan kriteria unit populasi penelitian, baik inclusion criterion maupun exclusion criterion sangat erat hubungannya dengan variasi antarunit populasi. Makin ketat kriteria unit ppulasi akan meningkatkan validitas internal, tetapi akan menurunkan validitas eksternal. Sebaliknya, makin longgar kriteria unit populasinya, akan meningkatkan validitas eksternal, tetapi akan menurunkan validitas internal.

4. Variasi antarunit populasi penelitian

Faktor ini merupakan faktor yang sudah “given”, atau begitu adanya, sehingga tidak dapat dikendalikan (Zainuddin, 2011).

  1. Jelaskan perbedaan antara random sampling dan non-random sampling?

Random sampling, memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. Tiap unit atau individu populasi mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama untuk menjadi sampel. jadi nilai probabilitas tiap unit populasi untuk terpilih sebagai unit sampel adalah sama, tidak = 0 dan atau tidak = 1.
  2. Random sampling merupakan salah satu asumsi pemakaian statistik inferensial.
  3. Jika menggunakan teknik random sampling dapat dilakukan generalisasi dengan tingkat validitas generalisasi sangat baik. Dengan kata lain, jika tujuan penelitian adalah untuk melakukan generalisasi, maka teknik sampling yang terbaik adalah random sampling.

Non-random sampling, memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. Kesempatan atau probabilitas setiap unit atau individual populasi untuk menjadi sampel tidak sama. Dengan demikian, ada unit populasi yang nilai probabilitasnya untuk terpilih menjadi unit sampel adalah = 0 atau = 1.
  2. Jika pengambilan sampel dilakukan dengan cara nonrandom, maka penggunaan statistika inferensial parametrik dipertanyakan keabsahannya.
  3. Jika menggunakan teknik nonrandom sampling, dan dilakukan generalisasi terhadap populasinya, maka tingkat validitas generalisasinya kurang baik. Dengan kata lain, generalisasi hanya berlaku untuk sampel yang digunakan saja.
  1. Bagaimana cara menentukan jumlah sampel?

      Banyaknya sampel tergantung pada jenis analisis data yang direncanakan oleh peneliti, yaitu pada seberapa akurat sampel harus menjadi tujuan penelitian dan karakteristik populasi. Seperti yang kita tahu, bahwa ukuran sampel yang besar saja tidak menjamin sampel dapat representatif. Sebuah sampel besar tanpa random sampling akan memiliki representatif yang kurang dibandingkan dengan yang memiliki sampel kecil dengan random sampling. Penentuan sampel didasarkan pada dua hal yaitu pertama, dengan membuat asumsi tentang populasi dan menggunakan persamaan statistik tentang proses random sampling. Peneliti ini harus membuat asumsi tentang tingkat kepercayaan (atau jumlah kesalahan) yang diterima dan tingkat variasi dalam populasi. Metode kedua adalah yang paling sering digunakan yaitu dengan petunjuk praktis tentang jumlah konvensional atau yang biasa diterima. Para peneliti menggunakannya karena mereka jarang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh metode statistik dan karena memberikan ukuran sampel dekat dengan orang-orang dari metode statistik.

      Menurut Zainuddin (2011) Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan jumlah sampel (n),

1. Pendekatan empiris

Pendekatan empiris atau intuisional menggunakan analogi dengan jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, misalnya tujuan penelitian untuk survey di bidang kesehatan menggunakan teknik kuisioner di tingkat provinsi dengan jumlah penduduk di atas 10 juta, maka menggunakan jumlah sampel sekitar 20.000 – 90.000 respinden.

2. Pendekatan analitis

Pendekatan ini juga dikenal sebagai metode estimasi atau prakiraan menggunakan pendekatan perhitungan secara statistik. Sebelum melakukan perhitungan statistik tersebut, peneliti perlu menentukan parameter apa yang akan diteliti, berapa tingkat kesalahan yang dinyatakan dalam bentuk harga alfa dan beta yang akan digunakan, serta berapa besarnya batas toleransi penyimpangan terhadap harga parameter (d) yang mempunyai arti dalam keperluan praktis atau klinis. Ciri-ciri dari pendekatan ini antara lain: (1) jumlah sampel hanya perkiraan/estimasi, (2) tergantung pada batas toleransi kesalahan dan derajat kepercayaan yang digunakan, (3) dapat diperoleh dari tabel atau dihitung dengan rumus, (4) rumus atau tabel yang dipakai ditentukan oleh skala variabel tergantung (nominal/rasio) dan sifat populasinya (finit/infinit), (5) melalui dialog antara peneliti dengan statistik, serta (6) perlu memahami “bahasa” statistik tertentu.

      Keputusan peneliti tentang ukuran sampel yang baik tergantung pada tiga hal, yaitu: (1) tingkat akurasi yang diperlukan, (2) tingkat variabilitas atau keragaman dalam populasi, dan (3) jumlah variabel yang berbeda diteliti secara bersamaan dalam analisis data.

  1. Bilamana generalisasi dikatakan valid?

Generalisasi akan dikatakan valid jika target populasi sama dengan sampled population. Selain itu, populasi yang akan diberlakukan suatu kesimpulan merupakan populasi dimana sampel diambil. Jika tidak demikian, maka kesimpulan akan menjadi bias (Zainuddin, 2011).

  1. Bagaimana perbedaan metode sampling dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif?

       Peneliti kualitatif dan kuantitatif memiliki pendekatan sampling yang berbeda. Sebagian besar metode sampling digunakan oleh peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Tujuan utamanya untuk mendapatkan sampel yang representatif, atau sekumpulan kecil unit atau kasus dari kumpulan yang jauh lebih besar atau populasi, sehingga peneliti bisa mempelajari kelompok yang lebih kecil dan menghasilkan generalisasi akurat tentang kelompok yang lebih besar. Peneliti tersebut cenderung menggunakan sampling berdasarkan teori probabilitas dari matematika (disebut probability sampling). Para peneliti menggunakan probabilitas atau random sampling, karena menghemat waktu dan biaya. Jika dilakukan dengan benar, hasil dari sampel dapat menghasilkan 1/1000 biaya dan waktu. Tujuan kedua probability sampling adalah akurasi. Hasil yang dirancang dengan baik dan hati-hati dilakukan probabilitas sampel akan menghasilkan hasil yang sama, jika tidak lebih akurat daripada mencoba untuk menjangkau setiap orang di seluruh populasi. Selain itu, probability sampling lebih disukai oleh para peneliti kuantitatif karena menghasilkan sampel yang mewakili populasi dan memungkinkan peneliti untuk menggunakan teknik statistik yang kuat.

       Peneliti kualitatif fokus pada keterwakilan sampel atau teknik yang detail untuk menggambar sampel probabilitas. Mereka fokus pada bagaimana sampel atau sekumpulan kecil kasus, unit, atau kegiatan menggambarkan fitur kunci dari kehidupan sosial. Tujuan dari pengambilan sampel adalah untuk mengumpulkan kasus, peristiwa, atau tindakan yang memperjelas dan memperdalam pemahaman. Perhatian peneliti kualitatif adalah untuk menemukan kasus yang akan meningkatkan apa yang para peneliti pelajari mengenai proses kehidupan sosial dalam konteks tertentu. Peneliti kualitatif memilih kasus secara bertahap, dengan konten kasus spesifik yang menentukan apakah kasus tersebut dipilih. Untuk alasan ini, peneliti kualitatif cenderung untuk menggunakan tipe sampel non-probabilitas (Neuman, 2007).

  1. Mengapa sampling harus secara random?

       Bidang matematika terapan atau yang disebut teori probabilitas bergantung pada proses acak. Kata acak dalam matematika mengacu pada proses yang menghasilkan hasil matematis secara acak; yaitu, seleksi. Dalam proses acak yang benar, setiap elemen memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih. Sampel acak yang paling mungkin untuk menghasilkan sampel yang benar-benar mewakili populasi. Selain itu, random sampling memungkinkan peneliti menghitung hubungan statistik antara sampel dan populasi, yaitu ukuran sampling error (Neuman, 2007).

  1. Apakah dalam penelitian kualitatif terdapat metode sampling?

Dalam penelitian kualitatif ada metode sampling juga. Terdapat dua metode sampling yaitu :

  • CRITERION-BASED or PURPOSIVE SAMPLING: subyek penelitian dipilih berdasarkan karakteristik dan ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian (symbolic representation).
  • THEORETICAL SAMPLING: subyek penelitian dipilih sesuai berdasarkan konsep teori yang digunakan dan diasumsikan memiliki kontribusi dalam pengembangan suatu teori.
  1. Pada populasi yang bagaimana metode sampling dapat diterapkan?

Pada populasi yang menjadi setting dari kasus yang hendak diteliti. Sebagai contoh; jika kita ingin meneliti tentang sikap mahasiswa di kampus Psikologi terhadap pelayanan petugas perpustakaan maka populasi dari penelitian tersebut adalah seluruh mahasiswa di kampus Psikologi. Jadi, populasi yang dituju bukanlah seluruh mahasiswa tetapi spesifik pada mahasiswa kampus Psikologi.

  1. Bagaimana hubungan antara question research dengan metode sampling?

       Question research atau pertanyaan penelitian menunjukkan fokus dari penelitian atau riset yang akan dilakukan. Dari rumusan masalah tersebut dapat diketahui sasaran populasi penelitian tersebut. Contoh rumusan masalah penelitian: Sikap mahasiswa di kampus Psikologi terhadap pelayanan petugas perpustakaan. Dari kalimat tersebut maka diketahui bahwa populasi penelitian adalah mahasiswa kampus Psikologi. Rumusan masalah juga menjadi acuan metode sampling. Jika populasi yang diharapkan adalah mahasiswa kampus Psikologi, maka peneliti perlu menentukan metode penelitian, misalkan metode sensus atau kah metode survey. Apabila kita memilih metode sensus, maka metode sampling yang digunakan bisa nonprobability sampling yaitu, setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sample, atau juga bisa mengggunakan tipe probability sampling dimana ada karakteristik yang diminta oleh peneliti dalam menentukan sample. Pemilihan metode sampling bergantung kepada tujuan dari penelitian tersebut.

  1. Bagaimana metode sampling digunakan pada riset yang menggunakan studi kasus?

Studi kasus merupakan penelitian yang melakukan deskripsi dan analisis dari subjek tunggal. Pemilihan subjek penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan Purposive sampling ataupun Criterion based sampling.

  1. Kapan metode sampling diperlukan?

Metode sampling diperlukan ketika seorang peneliti ingin mendapatkan data yang representatif. Representatif disini dimaksudkan mampu mewakili populasi keseluruhan yang ingin diteliti. Diharapkan dengan menggunakan sampel yang representatif, kesimpulan penelitian yang dilakukan akan akurat ketika dilakukan generalisasi dalam populasi penelitian (Neuman,2007).

  1. 19. Bagaimana langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan metode sampling?
    1. Mendefinisikan karakteristik populasi yang ingin diteliti
    2. Menentukan kerangka sampling (sampling frame), kumpulan (set) item atau kejadian yang mungkin diukur.
    3. Menentukan metode sampling untuk memilih aitem atau kejadian dari kerangka sampling.
    4. Menghitung ukuran sampel
    5. Melaksanakan sampling berdasarkan perencanaan yang dibuat
    6. Pengambilan sampling dan data
    7. Mereview proses sampling
  1. Mengapa metode sampling harus dapat menjamin bahwa sampel yang digunakan mewakili populasi yang ada?

Metode sampling harus dapat menjamin bahwa sampel yang digunakan mewakili populasi yang ada, karena diharapkan generalisasi hasil penelitian dapat valid untuk populasi yang ada. Generalisasi akan valid (sahih, tepat) jika target populasi sama dengan sampel populasi. Maka sampel yang digunakan haruslah mewakili populasi yang ada.

  1. Apa saja konsep-konsep kunci untuk menggunakan metode sampling?

Konsep-konsep yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode sampling adalah :

  • Kepada siapa kita akan menggeneralisasikan hasil penelitian?
  • Populasi apa yang dapat kita akses?
  • Bagaimana cara mengakses populasi tersebut?
  • Siapa saja yang terlibat dalam penelitian ini?
  • Teori populasi
  • Studi populasi
  • Kerangka metode sampling
  • Sampel
  1. Apakah yang dimaksud dengan ‘sampling errors’?

Sampling errors atau kesalahan-kesalahan metode sampling didefinisikan sebagai kesalahan yang dihasilkan dari mengambil satu sampel saja dengan tidak memperhatikan seluruh populasi. Sampel dianggap Undercoverage yaitu tidak mengkafer (mewakili) atau tidak terlalu memberikan respon (nonresponse) yang mewakili populasi serta adanya kecerobohan dalam pengumpulan data. Undercoverage (tidak mewakili) adalah memilah sebuah sampel yang tidak terlalu luas. Kesalahannya adalah informasi yang didapatkan dari sampel tersebut tidak mewakili populasi dan tidak dapat digeneralisasikan pada populasi yang ada. Kecilnya jumlah sampel dapat menyebabkan bias konservatif pada aplikasi statistik yang menyebabkan H-0 tidak ditolak. Nonresponse adalah kondisi kesalahan dikarenakan adanya salah seorang anggota populasi yang sudah ditetapkan menjadi sampel tidak memberikan respon jawaban yang seharusnya (lengkap) pada kuisioneratau perlakuan yang diterapkan pada sampel. Sedangkan kesalahan non sampling terjadi dikarenakan kurang tepatnya menentukan target dan studi populasi serta kesalahan yang terjadi pada desain survey dan pengukurannya

  1. Bagaimana cara mereduksi ‘sampling errors’?

Cara untuk mereduksi kesalahan dalam sampling (sampling errors’) adalah peneliti harus memperhatikan untuk meningkatkan jumlah sampel dan meningkatkan homogenitas elemen-elemen yang digunakan sebagai sampel

  1. Apa yang dimaksud dengan hidden populasi?

Hidden populasi adalah populasi yang berbeda dengan sampel pada populasi umum atau orang-orang yang terlihat dan dapat diakses dengan mudah. Pengambilan sampel pada hidden populasi (orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersembunyi) adalah isu yang berulang pada penelitian perilaku yang menyimpang. Hal ini menggambarkan penerapan yang kreatif dalam prinsip pengambilan sampel, pencampuran gaya penelitian kualitatif dan kuantitatif,  dan seringnya menggunakan teknik non probability. Contoh hidden populasi adalah pengguna ilegal narkoba, pelacur, homoseksual, orang dengan HIV / AIDS, tunawisma, dan lain-lain.

  1. Sebutkan strategi-strategi spesifik dari teknik pengambilan sampel bertujuan!

Teddlie & Yu, (2007) menyampaikan teknik pengambilan sampel untuk mencapai hasil yang representatif dan bisa diperbandingkan.

  • Teknik pengambilan sampel yang istimewa/dari kasus yang unik.
  • Teknik pengambilan sampel yang berurutan
  • Teknik pengambilan sampel yang menggunakan teknik multiple purposive.
  1. Sebutkan tipologi dari strategi pengambilan sampel bertujuan (Teddlie & Yu, 2007)!
  • Teknik pengambilan sampel untuk mencapai hasil yang representatif dan bisa diperbandingkanà dengan kasus yang khas/khusus; dengan kasus yang menyimpang/ekstrim; memiliki intensitas; memiliki variasi yang maksimum; sampel yang homogeny; memiliki reputasi kasus.
  • Teknik pengambilan sampel yang istimewa/dari kasus yang unikà kasus penyataan; kasus-kasus kritis; mengenai kasus politis penting; koleksi lengkap atau criterion sampling.
  • Teknik pengambilan sampel yang berurutanà bersifat teoritis atau disebut juga pengambilan sampel berdasarkan teori; kasus yang mengkonfirmasi maupun tidak; pengambilan sampel oportunis (sampel yang bermunculan); teknik bola salju (pengambilan sampel berantai)
  • Teknik pengambilan sampel yang menggunakan kombinasi dari teknik bertujuan
  1. Apakah yang dimaksud dengan strategi pengambilan sampel dengan metode campuran dasar?

Pengambilan sampel dengan menggunakan metode campuran dasar disebut juga sebagai teknik pengambilan sampel secara bertingkat dan bertujuan, dimana peneliti awalnya membagi kelompok kedalam strata (misal, siswa diatas rata-rata, rata-rata, dan dibawah rata-rata) dan kemudian memilih sejumlah kecil kasus untuk mempelajari secara intensif dalam tiap strata berdasarkan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling techniques) atau yang disebut Patton (2002) sebagai “sampel dalam sampel” (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Apa perbedaan dari teknik pengambilan sampel multilevel mixed method dengan concurrent mixed method dalam penelitian?

Teknik pengambilan sampel dengan metode campuran yang bersamaan (concurrent) memerlukan setidaknya dua hal dan 98 jurnal penelitian metode campuran yang berfokus pada hanya satu tingkat atau unit analisis, sedangkan pengambilan sampel dengan metode campuran yang multilevel dapat digunakan dalam satu studi dan membutuhkan setidaknya dua tingkat atau unit analisis (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Sebutkan tipologi dari strategi pengambilan sampel dengan metode campuran!

Strategi metode campuran dasar :

  • pengambilan sampel dengan metode campuran berurutan
  • pengambilan sampel dengan metode campuran secara bersamaan
  • pengambilan sampel dengan metode campuran bertingkat
  • pengambilan sampel dengan metode campuran berkelipatan
  1. Apakah yang dimaksud dengan strategi pengambilan sampel dengan metode campuran berurutan?

Teknik pengambilan sampel yang melibatkan pemilihan unit analisis melalui penggunaan simultan dari teknik pengambilan sampel probabilitas dan pengambilan sampel bertujuan secara bersamaan dan dalam waktu yang sama (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Jelaskan perbedaan prosedur sampling multi-tahap dan prosedur sampling satu-tahap?

Prosedur sampling multi-tahap atau clustering sampling adalah prosedur sampling yang ideal ketika peneliti merasa tidak mungkin mengumpilkan daftar semua elemen yang membentuk populasi (Babbie, 2007, dalam Creswell, 2012)

Prosedur sampling satu-tahap merupakan prosedur sampling yang di dalamnya peneliti sudah memiliki akses atas nama-nama dalam populasi dan dapat mensampling sejumlah individu (atau elemen-elemen) secara langsung (Creswell, 2012).

  1. Jelaskan perbedaan proses pemilihan individu dengan proses random sample dan systematic sample atau non probability sample?

Random sample atau sampel acak adalah proses pemilihan individu sebagai sampel yang dilakukan secara acak dengan syarat seriap individu dalam populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih.

Non probability sample adalah proses pemilihan individu sebagai sample dengan tujuan tertentu di mana di dalamnya para responden/individu dipilih berdasarkan kemudahan (convenience) dan ketersediaannya (Babbie, 1990, dalam Creswell, 2012).

  1. Apa arti stratifikasi dalam proses pengambilan sampel?

Stratifikasi berarti karatkteristik-karakteristik tertentu dari individu-individu yang dipilih (seperti jenis kelamin, laki-laki dan perempuan) direpresentasikan dalam sampel agar sampel ini nantinya dapat merefleksikan proporsi yang tepat dalam populasi sesuai dengan karakteristik karakteristiknya masing-masing (Fowler (2002) dalam Creswell, 2012)

  1. Jelaskan bagaimana prosedur pemgambilan sample? Dan apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing prosedur tersebut?

Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitusebagai berikut:

  1. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling).

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yangsama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secararandom. Ada 2 cara yang dikenal yaitu:

  • Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi “Cointoss”.
  • Tetapi bila populasinya besar, perlu digunakan label “Random Numbers” yang prosedurnya adalah sebagai berikut:

Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300).

  • tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom).
  • tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %)
  • tentukan skema penggunaan label random numbers. (misalnya dimulai dari 3 kolom pertama dan baris pertama) dengan menggunakan tabel random numbers, tentukan unit mana yang terpilih, sebesar sampel yang dibutuhkan, yaitu dengan mengurutkan angka-angka dalam 3 kolom pertama, dari atas ke bawah, setiap nomor ≤ 300, merupakan nomor sampel yang diambil (100, 175, 243, 101), bila ada nomor ≥ 300, tidak diambil sebagai sampel (N = 300). Jika pada lembar pertama jumlah sampel belum mencukupi, lanjutkan kelembaran berikutnya, dan seterusnya. Jika ada nomor yang serupa dijumpai, di ambil hanya satu, karena setiap orang hanya mempunyai 1 nomor identifikasi.

Keuntungan       : Prosedur estimasi mudah dan sederhana

Kerugian :          

  • Membutuhkan daftar seluruh anggota populasi.
  • Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas, sehingga biaya transportasi besar.

2. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling).

Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke “K” dari titik awal yangdipilih secara random, dimana:

  • K= N/n
  • N adalah jumlah anggota populasi
  • n adalah jumlah anggota sampel
  • Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit, diambil sebagai sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya.
  • Cara ini dipergunakan bila ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.

       Keuntungan :

  • Perencanan dan penggunaanya mudah.
  • Sampel tersebar di daerah populasi.

       Kerugian :  Membutuhkan daftar populasi

3. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling).

Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematic random sampling. Cara ini dipakai : bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok.

       Keuntungan :

  • Tidak memerlukan daftar populasi.
  • Biaya transportasi kurang

        Kerugian : Prosudur estimasi sulit.

 4. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling). Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih. Misalnya: provinsi à kabupaten à Kecamatan à desa à Lingkungan à KK. Cara ini dipergunakan bila:

  • Populasinya cukup homogen
  • Jumlah populasi sangat besar
  • Populasi menempati daerah yang sangat luas
  • Biaya penelitian kecil

       Keuntungan           : Biaya transportasi kurang

       Kerugian                :

  • Prosedur estimasi sulit
  • Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat
  1. Jelaskan perbedaan jenis sample non-probability? Dan sebutkan pengertian dari masing-masing jenis tersebut!

Non probability sample merupakan proses pemilihan sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Cara ini dipergunakan :

  1. Bila biaya sangat sedikit
  2. Hasilnya diminta segera,
  3. Tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, karena hanya sekedar gambaran umum saja.

Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut :

  • Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping). Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
  • Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling). Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehenadaki tidak berdasrkan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara saja.
  • Sampel Berjatah (Quota Sampling). Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu. Misalnya Sampel yang akan di ambil berjumlah 100 orang dengan perincian 50 laki dan 50 perempuan yang berumur 15-40 tahun. Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan.

 

  1. Siapa yang mempelajari tentang sampling?

Peneliti, mahasiswa statistik dan kuantitatif.

Tokoh yang memperkenalkan :

  1. Roscoe (1975)
  2. Slovin
  3. Jacob Cohen
  4. Isaac dan Michae

 

  1. Kemana arah metode sampling?

Tujuan sampling adalah menggunakan sebagian obyek penelitian yang diselidiki tersebut untuk memperoleh informasi tentang populasi.Yang dimaksud populasi adalah kelompok dimana seseorang peneliti akan memperoleh hasil penelitian yang dapat disamaratakan (digeneralisasikan). Suatu populasi mempunyai sekurang-kurangnya satu karakteristik yang membedakan keloimpok lainnya

  1. Mengapa perlu metode sampling?

Metode sampling diperlukan agar :

  1. Biaya penelitian lebih murah.
  2. Waktu penelitian lebih cepat, sehingga hasilnya up to date.
  3. Tenaga peneliti lebih hemat.
  4. Variabel yang diteliti dapat lebih banyak dan mendalam, sehingga kedalaman serta ketepatan informasi akan lebih baik.
  5. Walaupun hanya menggunakan sebagian saja dari subjek atau objek penelitian, tetapi hasil penelitian secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
  6. Dapat menghindari kerugian, jika dalam pengumpulan data objek penelitian harus “dirusak”.
  1. Pada saat kapan teknik sampling yang digunakan menghasilkan generalisasi yang rendah?

Apabila jumlah tidak memadai dan ciri-ciri populasi tidak dipenuhi secara ketat meskipun pengambilan sampel dilakukan secara random.  Dan apabila jumlah sampel sangat besar ciri-ciri populasi dipenuhi namun pengambilan sampel tidak dilakukan secara random. Sehingga untuk menghasilkan generalisasi yang baik ketiga faktor tersebut harus terpenuhi.

MIND MAP METODE SAMPLING

 Metode Sampling

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (2012). Reseach design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fowler, E. J. (2002). Survey research methods (3rd ed). Thousand Oaks, CA: Sage

Hartanto, R. (2003). Modul metodologi penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro

Latham, B. (2007). Sampling: What is it?. Diakses pada 2 Desember 2014 di http://webpages.acs.ttu.edu/rlatham/Coursework/5377%29%29/Sampling_Methodology_Paper.pdf

Nasution, R. (2003). Teknik sampilng.  Makalah USU digital library. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014 dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf

Neuman, W. L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative qpproaches, second edition. Pearson Education, Inc.

Teddlie, C. & Yu, F. 2007. Mixed Methods Sampling: A Typology With Examples. Journal of Mixed Method Research, 2007; 1; 77. Sage Publication.

Weiner, I. (2003). Handbook of psychology vol.02: Research methods in psychology. John Wiley & Son Inc: New Jersey

Zainuddin, M. (2011). Metodologi penelitian kefarmasian dan kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

MATA KULIAH PENELITIAN KUANTITATIF

TUGAS VALIDITAS DAN RELIABILITAS

 

Disusun oleh:

Dilla Ima Wati (1114141530005) – Muhithah Ulin Nuha (111414153015) – I Gusti Agung Komang Yulia Dewi (111414153018) – Rosita Permatasari (111414153020) – Pratiwi Setyadi (111414153029) – Hielma Hasanah (111414153030) – Nurdila Triastuti (111414153036) – Diyana Rochmawati (111414153038).

Mahasiswa Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Dibawah bimbingan: Dr. Cholichul Hadi, Drs., M.Si

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Validitas dan reliabilitas menjadi bahasan utama dalam setiap pengukuran dalam penelitian. Keduanya berfokus bagaimana menciptakan pengukuran yang terhubung dengan konstruk yang diukur. Reliabilitas dan validitas menjadi hal yang sangat penting karena konstruk pada teori sosial seringkali ambigu, membingungkan dan sering kali tidak dapat secara langsung teramati. Semua peneliti sosial ingin pengukuran yang mereka lakukan memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, lantas apa yang dimaksud validitas dan reliabilitas? Bagaimana, apa, kapan mereka berfungsi dengan baik? Berikut ulasan beberapa pertanyaan yang mungkin dapat sedikit membantu kita untuk dapat memahami validitas dan reliabilitas.

 1.      Who?

Tokoh pertama yang mendefinisikan reliabilitas adalah Spearmen-Brown (Setyawan, 2011).

 2.      Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas?

Reliabilitas

·         Reliabilitas berarti keandalan atau konsistensi. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran atribut yang sama diulang akan memberikan hasil kondisi yang identik atau sangat mirip. Reliabilitas dalam penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa hasil numerik yang dihasilkan oleh suatu indikator tidak berbeda karena karakteristik dari proses pengukuran atau instrumen pengukuran itu sendiri. Kebalikan dari reliabilitas adalah pengukuran yang memberikan hasil yang tidak menentu, tidak stabil, atau tidak konsisten (Neuman, 2007).

·         Menurut Anastasi dan Urbina (1998) reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda, ataupun dibawah kondisi pengujian yang berbeda.

·         Reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran memiliki keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan yang dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabiladalam beberapakali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2011).

Validitas

·         Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2011).

·         Validitas menunjukkan keadaan yang sebenarnya dan mengacu pada kesesuaian antara konstruk, atau cara seorang peneliti mengkonseptualisasikan ide dalam definisi konseptual dan suatu ukuran. Hal ini mengacu pada seberapa baik ide tentang realitas “sesuai” dengan realitas aktual. Dalam istilah sederhana, validitas membahas pertanyaan mengenai seberapa baik realitas sosial yang diukur melalui penelitian sesuai dengan konstruk yang peneliti gunakan untuk memahaminya (Neuman, 2007).

·         Validitas yaitu mengenai apa dan seberapa baik suatu alat tes dapat mengukur, sedangkan reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika diuji berulang kali dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau dibawa kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1998).

·         Azwar (1987, dalam Widodo, 2006) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.

·         Suryabrata (2000, dalam Widodo, 2006) menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas tes yang bersangkutan.

·         Sudjana (2004, dalam Widodo, 2006) menyatakan bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.

 3.      Mengapa kita perlu validitas dan reliabilitas?

·         Reliabilitas digunakan sebagai indikator dalam mempercayai nilai dari suatu tes karena memiliki konsistensi (Jacobs, 1991).

·         Validitas  digunakan sebagai pengembangan dan pengevaluasian suatu tes. Selain itu, validitas juga diperlukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu konstruk pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel.

4.      Berapa macam/jenis validitas dan reliabilitas dalam riset atau alat ukur? Reliabilitas

Reliabilitas terdiri dari dua macam (Djaali, 2000, dalam Matondang, 2009), antara lain:

–          Reliabilitas konsistensi tanggapan: responden mempersoalkan apakah tanggapan responden atau obyek ukur terhadap tes atau instrumen tersebut sudah baik atau konsisten. Dalam hal ini apabila suatu tes atau instrumen digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap obyek ukur kemudian dilakukan pengukuran kembali terhadap obyek ukur yang sama, apakah hasilnya masih tetap sama dengan pengukuran sebelumnya.

–          Reliabilitas konsistensi gabungan butir: berkaitan dengan kemantapan antara butir suatu tes. Dengan kata lain bahwa terhadap bagian obyek ukur yang sama, apakah hasil ukur butir yang satu tidak kontradiksi dengan hasil ukur butir yang lain.

 Validitas

Menurut Neuman (2007), terdapat tiga jenis validitas pengukuran, antara lain:

Face validity. Ini merupakan validitas yang paling mudah untuk dicapai dan sebagian besar jenis dasar dari validitas adalah face validity. Hal ini memerlukan pertimbangan dari komunitas ilmiah bahwa indikator benar-benar dapat digunakan untuk mengukur suatu konstruk. Kesesuaian antara definisi dan metode pengukuran yang digunakan merujuk pada pertimbangan dari suatu konsensus komunitas ilmiah atau penilaian dari orang lain.
Content vatidity. Validitas ini membahas mengenai definisi konseptual yang berisi ide-ide dan konsep dapat direpresentasikan dalam suatu pengukuran. Validitas isi melibatkan tiga langkah. Pertama, menentukan definisi konstruk dari seluruh konten. Selanjutnya, ambil sampel dari semua bidang definisi. Kemudian, mengembangkan indikator yang mewakili semua bagian dari definisi.
Validitas Kriteria. Validitas kriteria menggunakan beberapa standar atau kriteria untuk mengindikasi konstruk secara akurat. Validitas dari indikator diverifikasi dengan cara membandingkannya dengan ukuran lain dari konstruk yang sama yang diterima secara luas. Ada dua subtipe dari jenis validitas kriteria, yaitu:
(1)   Validitas konkuren. Indikator harus dikaitkan dengan indikator yang sudah ada sebelumnya dan dinilai sebagai valid (misalnya, telah memiliki face validity).

(2)   Validitas prediktif. Validitas kriteria dimana indikator memprediksi kejadian masa depan yang logis terkait dengan suatu konstruk. Hal ini tidak dapat digunakan untuk semua ukuran. Ukuran dan tindakan yang diprediksi harus berbeda, tetapi dapat menunjukkan konstruk yang sama. Validitas pengukuran prediktif tidak perlu dibingungkan dengan prediksi dalam pengujian hipotesis, dimana satu variabel memprediksi variabel yang berbeda di masa depan.

 5.      Bagaimana cara mengukur validitas dan reliabilitas?

Reliabilitas

      Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara internal dan eksternal (Sugiyono, 2010). Secara internal, reliabilitas dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik internal consistency. Hal ini dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split Half), KR-20 atau KR-21 (Kuder-Richarson), dan Anova Hyot (Analisis Varians), serta BEST digitek test scoring. Spearman Brown mengukur konsistensi pengambilan aitem. KR-20 mengukur konsistensi jawaban terhadap semua aitem dan menunjukkan dua sumber kesalahan, yaitu: pemilihan aitem dan heterogenitas dari sampel (Jacobs, 1991).

Secara eksternal, pengujian dapat dilakukan dengan cara berikut:

Test-retest. Pengujian test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen yang sama beberapa kali pada responden yang sama, namun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel.
Equvalent. Pengujian dengan cara ini cukup dilakukan sekali, namun menggunakan dua instrumen yang berbeda, pada responden yang sama, dan waktu yang sama. Reliabilitas dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan equivalent.
Gabungan. Pengujian dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang equivalent beberapa kali kepada responden yang sama. Reliabilitas diukur dengan mengkorelasikan dua instrumen, kemudian dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang.

Validitas

Cara pengujian validitas sebagai berikut (Sugiyono, 2010):

a.     Pengujian validitas konstruk

Pengujian validitas konstruk dapat menggunakan pendapat para ahli mengenai aspek yang akan diukur. Kemudian dilakukan ujicoba instrumen pada sampel dari populasi yang akan digunakan. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Pengujian validitas seluruh butir instrumen dalam satu variabel dapat juga dilakukan dengan cara mencari daya pembeda skor tiap aitem dari kelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban rendah. Pengujian analisis daya pembeda dapat menggunakan t-test.

b.    Pengujian validitas isi

Untuk instrumen yang berbentuk tes, pengujian validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Di sisi lain, pengujian validitas isi dari instrumen yang akan mengukur efektivitas pelaksanaan program, dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, maka setelah dikonsultasikan kepada para ahli, selanjutnya diujicobakan, dan dilakukan analisis aitem atau uji beda.

c.     Pengujian validitas eksternal

Penngujian ini dilakukan dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan. Bila terdapat kesamaan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut memiliki validitas eksternal yang tinggi.

6.      Bagaimana cara mengembangkan validitas dan reliabilitas sesuai dengan kebutuhan?

      Untuk menggunakan validitas yang diinginkan terlebih dahulu mencari referensi mengenai teori pengukuran yang akan dipakai, dengan demikian dapat diketahui pengukuran yang akan digunakan sehingga dapat menghasilkan suatu validitas nantinya (Cook&Beckman, 2006). Instrumen yang telah disusun berdasarkan suatu teori tertentu dapat diuji validasinya menggunakan pendapat para ahli mengenai aspek yang akan diukur. Kemudian dilakukan ujicoba instrumen pada sampel dari populasi yang akan digunakan. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas dilakukan dengan suatu análisis tertentu yang sesuai dengan kebutuhan.

      Pengembangan reliabilitas sesuai dengan kebutuhan dapat dilakukan dengan mengujicobakan suatu instrumen sekali atau beberapa kali kepada subjek, kemudian melakukan analisis untuk mengetahui konsistensi dari atribut psikologis yang hendak diukur. Selain teknik korelasi, pada reliabilitas juga berkembang analisis varians skor dan analisis varians eror (Azwar, 2011).

7.      Kapan validitas dan reliabilitas berfungsi/berlaku dan kapan tidak berfungsi?

Reliabilitas

Jika terhadap bagian obyek ukur yang sama, hasil ukur melalui butir yang satu tidak konsisten dengan hasil ukur melalui butir yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur) sebagai suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya. Dengan kata lain, alat ukur tidak reliabel dan tidak dapat digunakan untuk mengungkap ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur. Kalau hasil pengukuran pada bagian obyek ukur yang sama antara butir yang satu dengan butir yang lain saling kontradiksi atau tidak konsisten maka kita tidak bisa menyalahkan obyek ukur, melainkan alat ukur (tes) yang dipersalahkan dengan mengatakan bahwa tes tersebut tidak reliabel terhadap obyek yang diukur (Sugiyono, 2010).

Validitas

Ketika peneliti mengatakan bahwa suatu indikator itu valid, maka itu valid untuk tujuan dan definisi tertentu. Indikator yang sama bisa valid untuk satu tujuan (misal pertanyaan penelitian dengan unit analisis atau secara umum), tetapi bisa kurang valid atau tidak valid untuk hal yang lainnya. Misalnya dalam mengukur prejudice, bisa valid untuk mengukur prejudice para guru, tapi bisa jadi tidak valid untuk digunakan dalam mengukur prejudice dari para polisi. Tidak adanya validitas terjadi jika tidak terdapat kesesuaian atau kesesuaian yang rendah antara konstruk yang digunakan untuk menggambarkan, membuat teori atau menganalisis dunia sosial dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia sosial (Neuman, 2007).

8.      Apa perbedaan hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel?

Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti, sedangkan hasil penelitian yang reliabel bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.

Di sisi lain, instrumen yang valid berarti instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data bisa mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama dapat menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010).

9.      Bagaimana cara meningkatkan reliabilitas?

Menurut Neuman (2007), ada empat cara untuk meningkatkan reliabilitas pengukuran, yaitu: (1) mengonseptualisasi semua konstruk secara jelas, (2) menggunakan level pengukuran yang tepat, (3) menggunakan beberapa indikator dari suatu variabel, dan (4) menggunakan pilot-tets (pretests, pilot studies, dan replikasi).

      Reliabilitas yang rendah dapat terjadi karena inkonsistensi pengamat, ketidakstabilan atribut dari subjek yang diukur dan situasi pengukuran yang tidak mendukung. Cara untuk meningkatkan reliabilitas adalah sebagai berikut (Murti, 2011):

1.      Memilih item-item pertanyaan untuk alat ukur, lalu menguji konsistensi internal dan stabilitas alat ukur melalui suatu uji coba (pilot study),

2.      Menghilangkan variasi pengukuran antar-pengamat, dengan menggunakan orang-orang terlatih dan termotivasi,

3.      Menghilangkan variasi pengukuran intra-pengamat, dengan mengurangi sumber variasi eksternal seperti kejemuan,kelelahan, lingkungan berisik, yang berpengaruh kepada subjek penelitian maupun pengamat,

4.      Melakukan koreksi terhadap pengamat, berdasarkan “kalibrasi” alat ukur dalam studi reliabilitas,

5.      Membakukan situasi/konteks/lingkungan penggunaan instrumen.

10.  Bagaimana cara meningkatkan validitas eksternal penelitian?

Dengan cara meningkatkan validitas eksternal dari instrumen dan memperbesar jumlah sampel (Sugiyono, 2010). Selain itu, perlu juga memilih subjek secara random dan menjamin terpilihnya sampel yang representatif.

11.  Bagaimana hubungan antara validitas dan reliabilitas?

      Reliabilitas diperlukan untuk pengujian validitas dan lebih mudah untuk dicapai daripada validitas. Meskipun reliabilitas diperlukan untuk memiliki ukuran yang valid dari suatu konsep, hal itu tidak menjamin ukuran tersebut bisa berlaku. Suatu ukuran yang reliabel (dapat menghasilkan hasil yang sama berulang-ulang), belum tentu bisa valid atau mungkin hasil pengukuran tidak cocok dengan definisi konstruk. Jadi, hasil pengukuran yang konsisten atau tepat dan teliti dari suatu tes belum menjamin bahwa hasil pengukuran yang demikian itu merupakan hasil yang dikehendaki oleh tes tersebut. Dengan kata lain, hasil pengukuran dari suatu tes yang konsisten belum tentu valid. Reliabilitas pengukuran instrument evaluasi diperlukan untuk mencapai hasil pengukuran yang valid. Dalam kaitannya dengan posisi konsistensi, para penilai bisa memiliki instrumen evaluasi yang reliable tanpa valid, sebaliknya kita mempunyai instrument valid dengan reliabilitas yang baik.

      Validitas dan reliabilitas merupakan konsep yang saling melengkapi, namun dalam beberapa situasi keduanya bertentangan satu sama lain. Kadang-kadang, validitas meningkat namun reliabilitas lebih sulit dicapai, atau sebaliknya. Hal ini terjadi ketika memiliki definisi konstruk yang sangat abstrak dan tidak mudah diamati. Reliabilitas paling mudah dicapai ketika ukuran secara tepat dan dapat diamati. Dengan demikian, ada pertentangan antara esensi sebenarnya dari konstruk yang sangat abstrak dan harus mengukurnya secara konkret (Neuman, 2007).

12.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi reliabilitas?

a)         Pemilihan aitem. Tes merupakan pemilihan aitem-aitem yang digunakan untuk mengukur suatu konstrak, dengan demikian pemilihan aitem tersebut dapat menjadi sumber kesalahan dalam pelaksanaan tes. Untuk meningkatkan konsistensi dapat memperbanyak pemilihan aitem yang digunakan (Jacobs,1991). Dengan demikian akan mengurangi responden untuk asal tebak dalam menjawab. Namun aitem ini juga harus dipertimbangkan kualitas pertanyaannya, karena apabila tidak dan aitem yang diberikan banyak dapat membuat responden kelelahan.

b)        Penyusunan aitem. Kalimat yang ambigu atau kurangnya kata dalam suatu kalimat juga dapat mempengaruhi interpretasi responden sehingga dapat mempengaruhi reliabilitas.

c)         Pemberian administrasi tes. Kalimat instruksi yang kurang jelas atau suasana yang bising dapat mempengaruhi responden ketika menjawab.

d)        Penilaian (scoring), pada tes esai memiliki reliabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tes pilihan ganda. Karena pada tes esai, penilai memiliki interpretasi yang berbeda-beda dalam menilai jawaban responden sehingga lebih bersifat subyektif.

e)         Tingkat kesulitan dari suatu tes. Nilai dari suatu tes menunjukkan reliabilitas yang baik apabila nilai tersebut menyebar dari skala yang digunakan dengan demikian dapat terlihat perbedaan antar siswa. Faktor yang terakhir adalah siswa, dimana kelelahan, kecemasan, dan siswa sakit dapat menyebabkan reliabilitas yang rendah karena mempengaruhi kinerja mereka dalam mengerjakan tes (Jacobs,1991).

13.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi validitas?

      Definisi yang jelas mengenai suatu konstrak pengukuran dapat mempengaruhi validitas (Cook & Beckman, 2006). Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi yaitu: panjang alat ukur, variabilitas kemampuan kelompok, instruksi tes yang ambigu, perbedaan sosio-kultural, penambahan item-item yang tidak tepat.

14.  Sebutkan sumber-sumber pembuktian validitas!

a)         Pembuktian yang didasarkan pada konten pengujian (evidence based on test content); mengacu pada tema, judul, format aitem-aitem, tugas, ataupun pertanyaan pada suatu tes, serta pedoman untuk prosedur mengenai administrasi dan skoring.

b)        Pembuktian yang didasarkan pada proses-proses respon (evidence based on response processes); berupa analisis teoritis dan empiris dari proses respon pengambil tes.

c)         Pembuktian yang didasarkan pada truktur internal (evidence based on internal structure); hal ini dapat menunjukkan sejauh mana hubungan antar item tes dan komponen yang diuji sesuai dengan dasar konstruk yang digunakan untuk menginterpretasi skor tes.

d)        Pembuktian yang didasarkan pada hubungannya terhadap variabel lain (evidence based on relations to other variables); dengan menganalisa hubungan antara skor tes dengan variabel eksternal tes.

e)         Pembuktian yang didasarkan pada konsekuensi pemberian tes (evidence based on consequences of testing); dengan menggabungkan konsekuensi-koneskuensi baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan dari kegunaan tes kedalam konsep validitas, misal kebijakan sosial (Standards: Educational and psychological testing, 1999).

15.  Apa yang dimaksud dengan koefisien validitas dan koefisien reliabilitas?

Reliabilitas

Koefisien reliabilitas adalah tinggi-rendahnya reliabilitas yang dapat dilihat melalui korelasi antara dua dsitribusi skor dari dua alat ukur yang paralel yang dikenakan pada sekelompok individu yang sama. Semakin tinggi korelasi antara hasil ukur dari dua tes yang paralel, maka akan semakin konsisten dan dapat dikatakan sebagai alat ukur yang reliabel. Lambang dari korelasi paralel tersebut adalah rxx’, dimana skor x adalah tes pertama dan x’ untuk tes yang kedua. (Azwar, 2011).

Validitas

Koefisien validitas adalah hasil estimasi validitas suatu pengukuran yang dinyatakan secara empirik biasanya dinyatakan dengan korelasi antara distribusi skor tes dengan distribusi skor kriteria. Apabila distribusi skor tes x dan skor kriteria adalah y, sehingga koefisien validitasnya adalah rxy. Koefisien validitas hanya memiliki makna apabila mempunyai nilai positif. Semakin mendekati 1,00 maka hasil tes semakin valid (Azwar, 2011).

16.  Jelaskan makna dari koefisien validitas dan reliabilitas!

      Interpretasi koefisien validitas dan reliabilitas keduanya bersifat relatif, Pada umumnya estimasi validitas berkisar 0,50 dapat dianggap memuaskan, sedangkan koefisien validitas kurang dari 0,30 biasanya dianggap tidak memuaskan. Di sisi lain, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00, dimana koefisien reliabiltas semakin mendekati 1,00 maka semakin tinggi reliabilitasnya, begitu pun sebaliknya. Reliabilitas dapat dianggap memuaskan apabila koefisiennya minimal mencapai rxx’ = 0,900, namun terkadang suatu koefisien tidak mencapai nilai tersebut dan masih dianggap cukup berarti dalam suatu kasus tertentu terutama apabila skala yang bersangkutan digunakan bersama-sama dengan tes lain dalam suatu perangkat pengukuran (battery test) (Azwar, 2008).

17.  Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasi koefisien reliabilitas!

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan koefisien reliabilitas, yaitu sebagai berikut (Azwar, 2008):

a.    Interpretasi koefisien reliabilitas bernilai spesifik bagi hasil ukur pada kelompok individu tertentu saja

Koefisien reliabilitas hanya mengindikasi besarnya inkonsistensi skor hasil pengukuran, bukan menyatakan secara langsung penyebab inkonsistensi tersebut.

18.  Bilamana validitas dan reliabilias dikatakan tinggi atau rendah ?

Reliabilitas dikatakan tinggi apabila hasil pengukuran yang dihasilkan dari tes tidak menunjukkan perbedaan yang besar dari waktu ke waktu (Azwar, 2011).

Validitas suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan dari pengukuran. Suatu tes yang tidak menghasilan data yang relevan sesuai dengan tujuan dari tes tersebut, maka validitas tes tersebut rendah (Azwar, 2011).

19.  Bagaimana ketika validitas tinggi dan reliabilitas rendah?

      Validitas tinggi menandakan bahwa item atau alat ukur tersebut benar-benar sudah mengukur konstruk yang ditetapkan untuk diukur. Sedangkan reliabilitas rendah dalah ketika alat ukur tersebut tidak mampu menghasilkan nilai yang konsisten (ajeg) ketika di ukur pada situasi yang berbeda dari sebelumnya (Isaac & Michael, 1985).

      Pada tes-tes yang bermaksud memprediksi sebuah kriteria tertentu, (predictive-criterion related) validitas menjadi lebih penting daripada reliabilitas. Ketika nilai validitas memuaskan, maka rendahnya nilai reliabilitas tidak akan menjadi masalah. Contohnya pada tes-tes kreativitas.

20.  Bagaimana ketika reliabilitas tinggi dan validitas rendah?

Reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa sebuah instrumen atau alat ukur yang ada dapat secara konsisten (ajeg) mengukur sebuah konstruk yang ingin diukur dari waktu ke waktu atau apada berbagai situasi. Sedangkan nilai validitas yang rendah memperlihatkan sebuah instrumen yang tidak bisa menggambarkan atau tidak dapat benar-benar mengukur konstruk yang ingin diukur.

Apabila reliabilitas tinggi dan validitas rendah, maka instrumen atau alat ukur tersebut terbukti mampu menghasilkan nilai yang konsisten pada berbagai situasi, namun belum dapat memperlihatkan ketajaman pengukuran atas konstruk atau sesuatu yang ingin diukur.

 DAFTAR PUSTAKA

_________. (1999). Standards: Educational and psychological testing. Washington: American Educational Research Association.

Anastasi, A. & Urbina, S. (1998). Tes Psikologi (Edisi Terjemahan). Jakarta: PT. Prenhallindo.

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2011). Tes Prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cook, D. A. & Beckman, T. (2006). Current concept validity and reliability for psychometric instrument: Theory and application. The American Journal of Medicine.

Isaac, S., & Michael, W. B. (1985). Handbook in Research and Evaluation. California: Edits publishers.

Jacobs, L. C. (1991). Test Reliability. IU Bloomington evaluation service & testing. Diakses pada tanggal 7 November 2014 dari http://www.indiana.edu.

Matondang, Z. (2009). Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian. Jurnal Tabularasa PPS Unimed, 6 (1), 87-97.

Neuman, W. L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative qpproaches, second edition. Pearson Education, Inc.

Murti, B. (2011). Validitas dan Reliabilitas Pengukuran. Universitas Negeri Semarang.

Setyawan, I. (2011). Diktat Psikometri. Universitas Diponegoro: Tidak Dipublikasikan

Sujarwadi, S. (2011). Valditas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Universitas Negeri Jakarta: Tidak dipublikasikan

Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Widodo, P. B. (2006). Reliabilitas dan validitas konstruk skala konsep diri untuk mahasiswa Indonesia. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3 (1), 1-9.